Kamis, 15 Oktober 2015

                                                                

UNIVERSITAS WIDYA KARTIKA SURABAYA
 Fakultas Teknik Arsitektur
 
Demikian artikel ini dipublikasikan semata-mata sebagai kelengkapan pemenuhan tugas mata kuliah Green Architecture dalam Ujian Tengah Semester Jumat 16 Oktober 2015
Penyusun dengan segenap kerendahan hati tidak menutup mata untuk saran dan kritikan bersifat membangun guna menghasilkan karya yang lebih baik lagi


 Surabaya,16 Oktober 2015
hormat saya


Penyusun :
Erly .K. Paramita
NRP 212.15.007 





_____________________________________________
Daftar Pustaka


Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future
Tri Harso Karyono, 2010, Arsitektur Hijau 
https://batikcirebonan.files.wordpress.com/2011/01/led-vs-pijar.jpg?w=593
http://www.beritasatu.com
http://www.bumn.go.id/brantas
https://duniaarsitektur.wordpress.com/2013/12/23/strategi-perancangan-bangunan-pada-iklim-tropis/
http://www.gbcindonesia.org
http://greenjournalist.net
http://majalahasri.com/daur-ulang-limbah-sepeda-tua/
http://finance.detik.com/read/2013/08/20/142554/2335204/1016/kementerian-pu-klaim-gedung-hijau-hemat-listrik-44-dan-air-81
http://www.hotelborobudur.com
https://en.wikipedia.org/wiki/Rumah_Gadang
https://sudiana1526.wordpress.com/2013/11/01/bahan-bangunan-ramah-lingkungan/

Masyarakat Indonesia Pro Green Arsitektur

Isu global warming telah menjadi masalah besar penduduk dunia karena mengancam keberlangsungan keseimbangan ekosistem dan kelayakan habitat manusia, tumbuhan dan hewan. Hal ini mendorong digalakkannya serangkaian kegiatan yang mendukunng green arsitektur mulai dari kegiatan berteknologi sederhana sampai pada penggunaan teknologi modern.

Tidak dapat dipungkiri energi terbarukan merupakan yang menggunakan power of generator menjadi solusi yang paling banyak diminati dalam skala rumahan maupun industri sebut saja wind turbin dan solar cell. Sedangkan untuk skala nasional baik yang diusahakan pemerintah maupun individu dan swasta dapat berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air dari pintu-pintu air waduk, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dan lain sebagainya.

Selain upaya diatas banyak juga upaya masyarakat Indonesia untuk mendukung green architect tentunya dengan budget yang tidak semahal pengadaan power of generator diatas diantaranya sebagai berikut :
1. Pemisahan sampah organik dan anonganik.

2. Penggunaan lampu LED sebagai pengganti lampu bohlamp.

3. Penghijauan lahan minimal 30% jika terbatas lahan dapat menggunakan vertikal garden dengan bahan dasar pot botol plastik bekas yang digantung dengan vegetasi rambat bunga-bungaan, tanaman toga atau sayuran.

4. Pengadaan lubang biopori untuk memelihara kesuburan unsur hara di dalam tanah.

5. Meminimalkan penggunaan material baru seperti menggunakan material kayu bekas, potongan keramik, sisa besi dan lain sebagainya.


6. Menggunakan material daur ulang ramah lingkungan seperti batako stirofoam.

7. Pengolahan limbah rumah tangga berupa grey dan black water yang baik sebelum dibuang ke saluran kota.

8. Mengatur orientasi dan bukaan rumah untuk memperlancar sirkulasi udara sehingga suhu di dalam ruangan tetap terjaga dan terang langit dapat masuk ke dalam.

9. Menghemat pemakaian listrik sehingga meminimalkan emisi rumah.







Penerapan Green Architecture di Indonesia

Dengan mengacu pada Greenship Ratting Tools maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bangunan yang green bukan sekedar menambah area hijau tetapi merencanakan dan merancang keseluruhan aspek yang berkaitan dengan bangunan tersebut menjadi faktor pendukung (holistik) terciptanya green building yang berkelanjutan (sustain). Berikut ini merupakan penerapan beberapa bangunan green architecture di Indonesia.

1. Menara BCA, Thamrin Jakarta
Menara BCA di kawasan Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat ini adalah gedung pertama di Indonesia yang meraih sertifikat GREENSHIP EB Platinum, alias gedung ramah lingkungan berkategori paling prestisius.  Sertifikat  ini diberikan tahun 2012  oleh Green Building Council indonesia (GBCI), sebuah lembaga sertifikasi gedung ramah lingkungan yang pertama di Indonesia.
Melalui  proses sertifikasi dinyatakan gedung yang selesai dibangun tahun 2007 ini, mampu menghemat konsumsi energi listrik sebesar 35% dari pemakaian pada gedung sejenis, atau setara penurunan emisi gas karbon dioksida (CO2) sebesar 6.360 ton per tahun.  Hampir semua lampunya memakai LED-light emitting diode, yang mampu menghemat listrik  hingga  70% dibandingkan lampu lain berdaya  sama, dan memasang lampu tabung T5 yang dilengkapi sensor cahaya untuk mengukur tingkat pencahayaan saat ruangan gelap atau terang.  Memakai lampu hemat energi juga meringankan kerja penyejuk udara atau AC, karena suhu ruangan tidak bertambah dari panas cahaya lampu. 
Penyejuk ruangan Menara BCA diatur pada suhu 25°Celcius, atau lebih tinggi dua derajat dibandingkan kebanyakan gedung lain di Jakarta, tetapi tetap nyaman. Kuncinya adalah pemakaian kaca ganda pada jendela untuk mengurangi kehilangan suhu dan mempertahankannya  lebih lama di dalam ruangan.  Kaca selimut gedung memakai teknologi insulated glazing atau biasa juga disebut double glazing, yang diisi udara atau gas di antara lapisannya untuk meneruskan panas dari luar ke bagian lain gedung dimana panas itu ingin dilepaskan, tetapi tidak meneruskannya ke dalam ruangan. Elevator pintar yang dipasang cukup sekali menekan tombolnya, maka pengunjung gedung akan ditunjukkan elevator ke lantai yang dituju dengan lebih sedikit pemberhentian. Semakin sedikit perhentian, berarti operasi elevator itu semakin hemat energi.



 2. Hotel Borobudur, Lapangan Banten Jakarta

 Hotel Borobudur merupakan salah satu dari sekian banyak hotel bintang lima di Jakarta tetapi menjadi hotel berkelas bukan berarti menjadikan semakin besar energi yang dibutuhkan untuk operasional hotel mewah tersebut. Hotel Borobudur meraih penghargaan National Green Hotel Award 2013 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Setelah itu pada 2014, hotel ini juga memenangkan penghargaan ASEAN Green Hotel Awards 2014-2016.

 Hotel Borobudur memiliki 9,3 hektare area hijau, maka tak heran jika hotel mewah ini dinobatkan sebagai salah satu hotel “terhijau” se-Asia Tenggara. Pengolahan air yang baik seperti limbah air tidak mengalir ke pembuangan begitu saja, melainkan digunakan untuk menyiram tanaman dan flushing toilet dan penggunaan lampu LED semakin menghemat energi konsumsi operasional hotel mewah ini.


 3. Gedung Kementerian Pekerjaan Umum, Pattimura Jakarta

 Gedung baru milik Kemen PU mengkonsep green building telah melakukan efisiensi operasional gedung mencakup penghematan dari berbagai sisi. Pemakaian listrik, air, dan sisi lainnya yang mana jauh lebih hemat dibanding gedung biasa. Gedung baru di Kementerian PU sendiri bisa menghemat listrik hingga 44%, juga menghemat air hingga 81%.




Selain gedung-gedung fenomenal peraih award green building diatas sebenarnya penerapan green arsitektur di Indonesia sendiri sudah dilakukan cukup lama melui proses perilaku, kebiasaan, adat-istiadat dan lingkungan sekitarnya atau yang lebih akrab dikenal dengan arsitektur venakular.
Definisi arsitektur venakular adalah arsitektur rakyat yang memiliki nilai ekologis, arsitektonis, dan alami karena mengacu pada kondisi, potensi, iklim, budaya, masyarakat dan lingkungannya. (Mario Salvadori/Ruskin - 1974:12 )

Kebudayaan aseli Indonesia sendiri telah beralkulturasi dengan beberapa fase kedatangan bangsa India (Hindu-Budha), fase kedatangan Arab (Islam) dan fase modern (Eropa-Amerika). Sehingga menghasilkan tampilan rupa bangunan dan tatanan ruangnya menjadi beraneka ragam berbaur dengan budaya setempat.

Ciri-ciri arsitektur venakular :
1. Menggunakan bahan lokal.
2. Menggunakan pengetahuan lokal.
3. Menggunakan teknik sederhana.
4. Suatu produk dari masyarakat lokal.
5. Suatu produk yang berkaitan dengan budaya.

Penerapan arsitektur venakular dapat dilihat pada rumah gadang merupakan rumah adat suku Minangkabau di Sumatera Barat. Tiang-tiang panjang dengan model besar menjulang ke atas secara simbolis kultural mempunyai makna adat tersendiri  sedangkan secara arsitektural tiang-tiang panjang yang dihubungkan dengan pasak tersebut merupakan struktur penguat bangunan agar tidak roboh saat diguncang gempa mengingat tanah Minangkabau berada di area pegunungan Bukit Barisan.


Upaya penerapan green architecture di Indonesia juga dapat dijumpai dalam penanganan arsitektural berkaitan dengaan iklim tropis kering Indonesia. Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo,kondisi yang berpengaruh dalam perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah  :

1. Kenyamanan Thermal
 Kenyamanan thermal adalah suatu kondisi thermal yang dirasakan oleh manusia bukan oleh benda, binatang, dan arsitektur, tetapi dikondisikan oleh lingkungan dan benda-benda di sekitar arsitekturnya.
  • Kriteria dan Prinsip Kenyamanan Thermal
Standar internasional mengenai kenyamanan thermal ( suhu) “ISO 7730 : 1994”
”menyatakan bahwa sensasi thermal yang di alami manusia merupakan fungsi dari 4 faktor iklim yaitu: suhu udara, radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin, serta faktor-faktor individu yang berkaitan dengan laju metabolisme tubuh, serta pakaian yang di gunakan.”
Untuk mencapai kenyamanan thermal haruslah di mulai dari Kualitas udara di sekitar kita yang harus memiliki kriteria :
  1. Udara di sekitar rumah tinggal tidak mengandung pencemaran yang berasal dari asap sisa pembakaran sampah, BBM, sampah industru, debu dan sebagainya.
  2. Udara tidak berbau, terutama bau badan dan bau dari asap rokok yang merupakan masalah tersendiri karena mengandung berbagai cemaran kimiawi walaupun dalam variable proporsi yang sedikit.
Prinsip dari pada kenyamanan thermal sendiri adalah, teciptanya keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya.
 
2. Sirkulasi udara
Prinsip upaya perancangan bangunan pada daerah beriklim tropis yang benar harus mempertimbangkan pemanfaatan sebanyak mungkin kondisi alam, diantaranya adalah pengupayaan pemikiran penghawaan alami untuk memenuhi kebutuhan udara dan kelancaran sirkulasi udara pada bangunan tersebut.
 
3. Penerangan Alami pada Siang Hari
Di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya cahaya ini untuk penerangan siang hari di dalam bangunan. Tetapi untuk maksud ini, cahaya matahari langsung tidak dikehendaki masuk ke dalam bangunan karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar matahari pada pagi hari.

 4. Radiasi Panas Sinar Matahari.
Disamping memancarkan sinar/cahaya, matahari juga akan mengeluarkan panas. Panas inilah yang harus ditanggulangi dalam upaya perancangan bangunan, setidak-tidaknya dikurangi sehingga suhu ruangan bisa sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa pemikiran perancangan ruang sebagai upaya untuk mengurangi efek panas yang disebabkan oleh radiasi panas sinar matahari adalah berdasarkan suatu prinsip memasang lubang cahaya didaerah bayang-bayang/bias cahaya matahari.

Berikut ini strategi yang harus diperhatikan saat perancangan pembangunan untuk strategi perancangan bangunan pada iklim tropis kering menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo  yaitu :
  • Mempergunakan bahan-bahan dengan time lag tinggi agar panas yang diterima siang hari dapat menghangatkan ruangan di malam hari. Konduktivitas rendah agar panas siang hari tidak langsung masuk ke dalam bangunan. Berat jenis bahan tinggi, dimensi tebal agar kapasitas menyimpan panas tinggi.
  • Bukaan-bukaan dinding kecil untuk mencegah radiasi sinar langsung dan angin atau debu kering masuk sehingga mempertahankan kelembaban.
  • Memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dengan atap-atap datar dan rumah-rumah kecil berdekatan satu sama lain saling membayangi, jalan-jalan sempit selalu terbayang. Atap datar juga untuk menghindari angin kencang, karena curah hujan rendah.
  • Menambah kelembaban ruang dalam dengan air mancur yang dibawa angin sejuk.
  • Pola pemukiman rapat dan jalan yang berbelok untuk memotong arus angin
  • Bangunan efisien bila rendah, masif dan padat.











Greenship Ratting Tools

Rating Tools

Sistim rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai) Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut.Bila jumlah semua point nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tententu. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian (eligibilitas)


Sistim Rating GREENSHIP dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap negara tersebut mempunyai Sistem rating masing-masing, sebagai contoh Amerika Serikat - LEED, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star dsb.


Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini dalam tahap penyusunan draft Sistem rating. Untuk itu telah dipilih nama yang akan digunakan bagi Sistem Rating Indonesia yaitu GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi GREENSHIP diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh integritas
Penyusunan GREENSHIP ini didukung oleh World Green Building Council, dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI. Saat ini GREENSHIP berada dalam tahap penyusunan GREENSHIP untuk Bangunan Baru (New Building) yang kemudiannya akan disusun lagi GREENSHIP untuk kategori-kategori bangunan lainnya.

Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :
  • Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD)
  • Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER)
  • Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
  • Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC)
  • Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC)
  • Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management)
Masing-masing aspek terdiri atas beberapa Rating yang mengandung kredit yang masing-masing memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Poin Nilai memuat standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian standar tersebut.

Informasi ini di ambil dari :   
http://www.gbcindonesia.org

Definisi Green Architecture



Definisi Green Architecture

     
      Asitektur Hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. (Arsitektur Hijau, Tri Harso Karyono, 2010)

          Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan ekosistem di muka bumi dengan cara meminimalkan perusakan alam dan lingkungan di mana mereka tinggal. Istilah keberlanjutan menjadi sangat populer ketika mantan Perdana Menteri Norwegia GH Bruntland memformulasikan pengertian Pembangunan Berkelanjutan (sustaineble development) tahun 1987 sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia masa kini tanpa mengorbankan potensi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Keberlanjutan terkait dengan aspek lingkungan alami dan buatan, penggunaan energi, ekonomi, sosial, budaya, dan kelembagaan. Penerapanarsitektur hijau akan memberi peluang besar terhadap kehidupan manusia secara berkelanjutan. Aplikasui arsitektur hijau akan menciptakan suatu bentuk arsitektur yang berkelanjutan.



Prinsip-prinsip Green Architecture

Penjabaran prinsi-prinsip green architecture beserta langkah-langkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future:


Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:

I.      Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.


1.      Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaicyang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
2.      Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
3.      Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
4.      Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
5.      Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
6.      Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.





II. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)

Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
1.      Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
2.      Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
3.      Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.
4.      Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.

 


III. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)

Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

 




 IV. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

V. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)

Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.

VI. Holistic

Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecturepada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.